Langsung ke konten utama

HAID (MENSTRUASI) DALAM TINJAUAN HADIS

 


Nama                          : Mohammad Syahru Assabana

Prodi                           : PAI-C

NIM                            : 21086030044

Mata Kuliah              : Tafsir dan Hadits Tarbawi

 

HAID (MENSTRUASI) DALAM TINJAUAN HADIS

 

Haid adalah darah yang dikeluarkan dari rahim apabila perempuan telah mencapai usia balig. Setiap bulan perempuan mengalami masa-masa haid dalam waktu tertentu. Jangka waktu haid minimal sehari semalam dan maksimal selama lima belas hari, namun umumnya adalah enam atau tujuh hari. Jika perempuan hamil dengan izin Allah darah haid itu berubah menjadi makanan janin yang berada di dalam kandungannya. Maka, perempuan hamil tidak mengalami haid. Dalam masalah haid ini, perempuan dikelompokkan menjadi tiga kelompok: mubtada'ah (perempuan yang baru menjalani haid untuk pertama kalinya), mu'tadah (perempuan yang sudah terbiasa menjalani haid), dan mustahadhah (perempuan yang darahnya keluar dan tidak berhenti. Kewenangan dan hak pada perempuan dalam menentukan pilihan dan mengontrol tubuh, seksualitas, dan alat serta fungsi reproduksinya dapat dimulai dari adanya penelitian tentang hak reproduksi. Salah satu permasalahan yang dilekatkan pada perempuan adalah haid (menstruasi).

Adanya segenap aturan tentang haid (menstruasi) dari ketentuan warna, waktu dan batasan-batasannya yang begitu rumit, dengan mengingat kondisi siklus perempuan berbeda-beda maka peraturan tersebut dapat dipertanyakan efektivitasnya untuk dijalankan. Banyak sekali hadis yang menjelaskan tentang haid, baik interaksi Nabi saw dengan istri-istri beliau yang sedang menstruasi maupun masalah hukum yang berkaitan dengan haid. Salah satu hadis yang menerangkan tentang haid adalah hadis riwayat Imam al-Bukhari, No. 293, dalam Sahih al-Bukhari, Kitab: al-Haid, Bab: Tark al-Ha’id as-Saum yang artinya: ““Sa’i d ibn Abu Maryam menyampaikan kepada kami dari Muhammad ibn Ja’far yang mengabarkan dari Zaid (Ibn Aslam), dari ‘Iyad  ibn ‘Abd Allah, dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa pada saat Idul Adha atau Idul Fitri Rasulallah saw keluar menuju tempat shalat. Beliau kemudian melewati beberapa perempuan dan berkata: wahai kaum perempuan bersedekahlah kalian. Sebab, telah diperlihatkan kepadaku bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah perempuan. Mereka bertanya: karena apa, Rasulallah? Beliau menjawab: sebab, kalian sering mengutuk dan mengingkari kebaikan suami. Kalian adalah makhluk yang akal dan agamnya kurang, tetapi mampu menghilangkan akal sehat seorang laki-laki tegas. Mereka kembali bertanya: apa kekurangan agama dan akal kami, ya Rasulallah? Beliu menjawab: bukankah kesaksian kalian itu hanya setengah dari kesaksian laki-laki? Mereka menjawab: benar. Rasulallah saw berkata:itulah salah satu kekurangan akalnya. Dan, bukankah jika kalian haid, kalian tidak puasa dan tidak shalat? Mereka menjawab: benar. Beliau saw bersabda: itulah sebagian kekurangan agamanya.

Berangkat dari hadis di atas ada anggapan bahwa perempuan itu kurang akal (nuqsan ‘aqliha ) dan kurang agama  (nuqsan diniha ).

1.    Ulasan umum Haid (Menstruasi)

Di dalam bahasa hadis maupun al-Qur’an siklus itu diistilahkan dengan atau yang satu rumpun dengan kata ha’id. Kata haid secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang berbentuk masdar dari kata hada. Sementara bentuk tunggalnya adalah haidah dan bentuk jamaknya haidat, sedangkan kata hiyad artinya adalah darah haid. Secara bahasa, kata ha’id  berarti sesuatu yang mengalir (as-sailan). Istilah yang serupa ada tums, berarti darah kotor; ‘ir’ berarti darah yang kental; i’sh’ berarti tetesan darah dan dahk yang berarti darah yang mengalir secara melimpah.

Dalam masyarakat Arab, perempuan tidak diharapkan atau diwajibkan untuk mencari nafkah dan menjaga keluarga. Ini secara eksklusif adalah kewajiban dan wilayah kerja lakilaki. Dalam konteks sosiologis, hal itu tidak bisa dibalik. Karena laki-laki ditugasi dengan kewajiban untk menjaga keberlangsungan keluarga maka laki-laki diberi superioritas satu tingkat di atas perempuan. Jika konteks sosial berubah, yaitu kalau perempuan mulai mencari nafkah dan menjaga keluarga maka tidak akan ada sesuatu yang bisa mencegah perempuan untuk memperoleh status yang setara.

2.    Haid dalam lembaran Hadis-Hadis

Agar dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif maka diperlukan penelusuran hadis-hadis dengan tema tersebut melalui takhrij al-hadis  (at-Tahhan: 1995: 1-4). Penelusuran hadis-hadis itu menggunakan tiga kata kunci, yakni anufisti, ha’id, dan hadat. Kata haid digunakan dalam penelusuran dengan alasan kata itu cukup asing dalam lafal hadis, dan menunjukkan spesifikasi pada menstruasi itu sendiri.

3.    Hadis tentang Perempuan Haid Menyisir rambut suaminya.

Yang artinya “Telah meriwayatkan kepada kami `Abd Allah ibn Yusuf, dia berkata. Malik telah meriwayatkan kepada kami dari Hisyam ibn `Urwah dari bapaknya dari `Aisyah. Dia berkata, aku biasa menyisir kepala Rasulallah saw, sedangkan aku dalam keadaan haid.”

4.    Hadis tentang Perempuan Haid tidak berpuasa

Yang artinya “Sa’id ibn Abu Maryam menyampaikan kepada kami dari Muhammad ibn Ja’far yang mengabarkan dari Zaid Ibn Aslam), dari `Iyad ibn `Abd Allah, dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa pada saat Idul Adha atau Idul Fitri Rasulallah saw keluar menuju tempat shalat. Beliau kemudian melewati beberapa perempuan dan berkata: wahai kaum perempuan bersedekahlah kalian. Sebab, telah diperlihatkan kepadaku bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah perempuan. Mereka bertanya: karena apa, Rasulallah? Beliau menjawab: sebab, kalian sering mengutuk dan mengingkari kebaikan suami. Kalian adalah makhluk yang akal dan agamnya kurang, tetapi mampu menghilangkan akal sehat seorang laki-laki tegas. Mereka kembali bertanya: apa kekurangan agama dan akal kami, ya Rasulallah? Beliau menjawab: bukankah kesaksian kalian itu hanya setengah dari kesaksian laki-laki? Mereka menjawab: benar. Rasulallah saw berkata: itulah salah satu kekurangan akalnya. Dan, bukankah jika kalian haid, kalian tidak puasa dan tidak shalat? Mereka menjawab: benar. Beliau saw bersabda: itulah sebagian kekurangan agamanya.

Haid merupakan kodrat yang diberikan Tuhan kepada perempuan, sehingga kejadian ini adalah sebagai salah satu kodrat-biologis perempuan. Haid itu kejadian yang alami-normal, hal ini dipertegas oleh Nabi saw bahwa haid itu bukanlah dosa turunan maupun kutukan terhadap perempuan sebagaimana terdapat dalam hadis, salah satunya, yang diriwayatkan al-Bukhari nomor 285 Kitab al-Haid, bab Kaifa Kana bad`u al-haid. Berdasarkan hadis-hadis yang ada, ajaran Islam tidak menganut faham menstrual taboo, tetapi justru sebaliknya berupaya mengikis tradisi dan mitos masyarakat sebelumnya yang memberikan beban berat terhadap perempuan. Seperti mitos tentang perempuan menstruasi seolah-olah tidak dipandang dan diperlakukan sebagai manusia, karena selain harus diasingkan juga harus melakukan berbagai kegiatan ritual yang berat. Banyak hadis yang menerangkan tentang haid membuktikan bahwa haid sama sekali tidak menjadi alat untuk menistakan perempuan. Melalui penuturan para ummu al-mu’minin, Nabi memperlakukan istri beliau secara adil dan manusiawi. Dengan demikian, adanya deskriminasi terhadap perempuan yang mengalami haid (menstruasi) dalam tradisi-tradisi tertentu itu bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi saw. Walaupun agama melarang untuk melaksanakan beberapa ibadah tertentu bagi perempuan haid, tetapi pelarangan itu bukan dimaksudkan untuk mendiskreditkan perempuan. Melainkan, perlarangan itu sebagai bentuk keringanan yang diberikan agama kepada perempuan demi kemaslahatan, agar perempuan tidak memiliki beban ganda. Hukum ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi perempuan. Salah satunya terekam dalam hadis nomor 293 dalam Sahih al-Bukhari, Kitab al-Haid, Bab Tark al-Ha’idi as-Sauma.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Welcome To Campus Merdeka

Nama                  : Muhammad Faiz Amali NIM                    : 21086030046 Mata Kuliah    : Tafsir dan Hadis Tarbawi Pengampu           : Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, M.A   Welcome To Campus Merdeka             Selama ini pada dasarnya sebuah kampus sendiri menerapkan sistem pembelajaran dengan SKS yang hampir keseluruhan mengharuskan adanya kegiatan belajar didalam kelas. Ini menunjukkan kurangnya kemerdekaan belajar yang harus dijalankan oleh setiap mahasiswa dalam melakukan pembelajarannya.   Apa itu Merdeka belajar?                       Merdeka belajar adalah memberi kebebasan dan otonomi kepada  lembaga pendiikan, dan merdeka  dari birokratisasi, dosen dibebaskan dari birokrasi vang berbelit sert...