PEREMPUAN BERPOLITIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Nama
: Umi Azizaturrosyidah
Prodi
:
PAI-C
NIM
: 21086030051
Mata Kuliah : Tafsir dan Hadits
Tarbawi
Sebelum kelahiran ajaran Islam di jazirah Arab, eksistensi kaum
perempuan berada dalam peradaban yang gelap.Dalam peradaban Arab saat itu martabat
kaum perempuaan berada pada posisi terendah. Perlakuan hina dan kasar
terhadapnyamenjadi tradisi yang dibenarkan oleh masyarakat, karena kehadiran
kaum perempuan mereka anggap sebagai aib dan kesialan dalam hidup. Kondisi
seperti ini juga terjadi di masa awal peradaban Yunani Kuno, dimana posisi kaum
perempuan selalu minorisdibanding kaum laki-laki.
Dalam teologi Hindu klasik, anak perempuan tidak memiliki hak untuk mendapatkan
warisan orang tuanya.Teologi ini juga memberikan kewenangan kepada orang tua
untuk menjual anak-anak perempuan mereka, bahkan mengorbankan mereka yang masih
gadis dewa sebagai sesembahan kepada para dewa. Ajaran paling menekan kaum
perempuan dalam teologi Hindu klasik ini adalah, tuntutan kesetiaan pada
seorang istri saat suaminya meninggal dunia, dimana ia dianjurkan secara tegas
untuk ikut berbaring di dalam api yang membara saat jasad suaminya dibakar.
Dalam peradaban bangsa Romawi perempuan diposisikan sebagai mahluk
yang selalu tergantung kepada laki-laki. Jika perempuan menikah maka dirinya
dan segala hartanya secara otomatis menjadi milik suami.Realitas ini mirip
dengan ajaran agama Yahudi lama, dimana kaumperempuan diyakini merupakan
makhluk yang dikutukoleh dewa, dan mereka membawa dosa sejak lahir dan mesti
dihukum. Hukuman atas kutukan dosa itu diwujudkan dengan menjadikan kaum
perempuan sebagai budak, sehingga orang tuanya berhak menjualnya kepada siapa
saja.
Dalam tradisi Arab Jahiliyah, kondisi perempuan lebih
memprihatinkan. Arab Jahiliyah terkenal dengan tradisi mengubur hidup-hidup
bayi perempuan dengan alasan setelah besar akan merepotkan keluarga dan mudah
ditangkap musuh yang harus ditebus. Tradisi Jahiliyah juga tidak ada batasan
laki-laki dan perempuan (termarjinalkan). Pada masa ini kepala suku berlomba-lomba
mempunyai istri untuk sebanyak-banyaknya demi memudahkan membangun hubungan kekerabatan
dengan suku lain. Dikala itu dikenal istilah pernikahan istibdha’, Rahthun
(poliandri), dimana setelah hamil perempuan akan memanggil para suaminya lalu
menunjuk salah satu, dan yang ditunjuk tak boleh menolak. Bahkan berlaku
istilahMaqthu’, yaitu anak tirinya menikahi ibu tirinya ketika ayahnya
meninggal. Ada juga istilah Badal atau tukar-menukar istri tanpa
perceraian terlebih dahulu. Ada juga istilah Sighar, dimana seorang wali
menikahkah anak atau saudara perempuannya dengan laki-laki lain tanpa mahar,
dengan kompensasi si wali sendiri menikahi anak/saudara perempuan si laki-laki
tersebut. Selain itu, ada juga tradisi Khadan dimana laki-laki dan perempuan
hidup bersama tanpa ikatan nikah. Untuk itu perempuan tidak memiliki hak sama
sekali.
Setelah Islam datang, Islam mengakui posisi perempuan dan mengakui
kemanusiaan
perempuan. Islam menghapus segala bentuk diskriminasi, menempatkan perempuan
pada tempat yang mulia. Islam telah berhasil mengangkat derajat kemulian
perempuan.
Perempuan memiliki peran politis dalam rangka menegakkan kalimat Allah (Peran
Dakwah). dalam hadits Nabi SAW:“Siapapun yang diuji dengan dikaruniai anak
perempuan (karena anak perempuan bagi kalangan Arab Jahiliyah dianggap aib, penj),
lalu dia bersabar dengan berbuat baik terhadap anak tersebut, maka anak
perempuan itu menjadi penghalang dirinya terhadap neraka” (HR Bukhari, Muslim,
atTirmizi).
Al-Quran menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar dengan kaum
laki-laki. Kalaupun ada perbedaan, sebagai konsekuensi fungsi dan tugas utama
yang dibebankan Islam adalah untuk saling melengkapi dan tolong menolong dan
supaya bantu membantu sebagai mana firman Allah dalam Q.S at-Taubah (9): 7, Bagaimana
bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin,
kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di
dekat Masjidil Haram? Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah
kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertakwa.
PEMIMPIN PEREMPUAN DALAM KISARAN SEJARAH
Ratu Bilqis dari Kerajaan Saba (Sekarang Yaman)
Barat mengenalnya dengan nama Ratu Sheba. Ia memerintah kerajaan
Saba yang sekarang ini adalah negri Yaman, di selatan Jazirah Arab. Ketika
masih berada dibawa kekuasaannya,negeri ini juga meliput Ethiopia di Benua Afrika.
Ia diperkirakan memerintah pada tahun 900 SM, bersamaan dengan kerajaan
Sulaiman di Palestina.
Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: “Aku telah
mengetahui
sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari Negeri Saba
suatu
berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang perempuan yang
memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai
singgasana yang
besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan
syaitan
telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu
menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk,
agar mereka
tidak menyembah Allah” (QS.an-Naml [27]:22-24). Berkata Sulaiman: “Akan kami
lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orangorang yang berdusta. Pergilah
dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian
berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan”.
Berkata ia (Balqis): “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku
sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya
(isi) nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku
sebagai orang-orang berserah diri” (QS.An-Naml(27):28-31).
Untuk menunjukkan kekuatan dan kekuasaan kerajaannya, Sulaiman as
kemudian
memerintahkan agar istana sang Ratu dipindahkan ke dekat istana raja Sulaiman.
Hal ini dapat terjadi karena Allah SWT memang telah memberinya kekuasaan dan
kepercayaan dalam banyak hal sebagai cobaan baginya. Dikatakan kepadanya:
“Masuklah ke dalam istana”. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu,
dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman:
“Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca”. Berkatalah Balqis: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah
diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”. (QS.An-Naml(27):44).
Maka sebagaimana kerajaan Sulaiman, Kerajaan Sa’bapun dengan
ratunya, yaitu Ratu
Balqis akhirnya mengikrarkan diri sebagai kerajaan yang hanya tunduk kepada
kekuasaan
tertinggi yang sesungguhnya, yaitu kekuasaan Allah swt, Tuhan semesta alam.
Selanjutnya
kerajaan ini menjalankan pemerintahan hanya berdasarkan hukum-Nya dan mengalami
masa kejayaan hingga berabad-abad kemudian.
Asiya, istri Fir’aun dari Mesir
Asiya adalah seorang perempuan yang terkenal disamping sangat
cantik parasnya juga
cantik budi pekertinya. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa istri firaun ini
adalah salah satu hamba Allah, disamping Khadijah ra dan Maryam ibu Isa
Almasih, yang dijanjikan
menjadi penghuni surga. Asiya seorang yang shalehah walaupun bersuamikan orang
yang tidak hanya kejam dan bengis namun juga menganggap dirinya adalah Tuhan.
Ia tetap tegar dan kokoh pada pendiriannya untuk menghambakan diri hanya kepada
Allah swt. Firaun tidak pernah berhasil memaksa Asiya untuk menuhankan dirinya.
Dan Allah membuat isteri Fir`aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman,
ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam
surga dan selamatkanlah aku dari Fir`aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku
dari kaum yang zalim(QS.At-Tahrim(66):11).
Asiya memang tidak bisa menyadarkan suaminya namun dalam salah
satu ayat Al-Quran diceritakan bagaimana ia membujuk suaminya itu agar tidak membunuh
bayi yang ditemukannya di sungai yang mengalir hingga ke dalam istana. Ia
menginginkan agar bayi tersebut tetap tinggal di istana dan diakui sebagai anak
oleh pasangan tersebut. Padahal sebelumnya firaun telah memerintahkan agar
seluruh bayi laki-laki yang lahir di negeri tersebut dibunuh karena ia bermimpi
bahwa kelak akan ada lelaki Yahudi yang akan menjatuhkan kekuasaannya.
Yusuf as adalah seorang pemuda tampan. Ketika kecil karena
kecemburuan saudarasaudaranya terhadap prilaku ayahnya yang mereka anggap kurang
adil, ia dibuang ke dalam sumur. Berkat pertolongan-Nya, ia diselamatkan oleh
kafilah yang melewati sumur dimana ia dibuang walaupûn akhirnya ia hanya dijual
sebagai budak di negeri Mesir. Di negeri ini ia dibeli oleh sepasang suami
istri yang tidak mempunyai keturunan. Si suami adalah seorang pejabat negara
yang sangat sibuk dengan pekerjaan sementara Zulaikha, istrinya sering merasa
kesepian di rumah. dan perempuan hidup bersama tanpa ikatan nikah. Untuk ituperempuan
tidak memiliki hak sama sekali.
Setelah Islam datang, Islam mengakui posisi perempuan dan mengakui
kemanusiaan
perempuan. Islam menghapus segala bentuk diskriminasi, menempatkan perempuan
pada tempat yang mulia. Kedudukan perempuan dalam pandangan Islam tidak
sebagaimana dipraktekan dalam masyarakat. Ajaran Islam pada hakekatnya
memberikan perhatian yang besar dan kedudukan terhormat kepada perempuan. Islam
telah berhasil mengangkat derajat kemulian perempuan.
Perempuan memiliki peran
politis dalam rangka menegakkan kalimat Allah (Peran Dakwah). Sesuai dengan
pendapat Muhammad Ibrahim Salim(2002: 1) dijelaskan dalam hadits Nabi SAW: “Siapapun
yang diuji dengan dikaruniai anak perempuan (karena anak perempuan bagi
kalangan Arab Jahiliyah dianggap aib, penj), lalu dia bersabar dengan berbuat
baik terhadap anak tersebut, maka anak perempuan itu menjadi penghalang dirinya
terhadap neraka” (HR Bukhari, Muslim, atTirmizi). Al-Quran menempatkan
perempuan sebagai mitra sejajar dengan kaum laki-laki. Kalaupun ada perbedaan,
sebagai konsekuensi fungsi dan tugas utama yang dibebankan Islam adalah untuk
saling melengkapi dan tolong menolong dan supaya bantu membantu sebagai mana
firman Allah dalam Q.S at-Taubah (9): 7, Bagaimana bisa ada perjanjian (aman)
dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang
musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan
mereka)
di dekat Masjidil Haram? Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah
kamu
berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang
bertakwa.
PEREMPUAN DALAM KOSMOPOLITAN ISLAM
Realisasi kerjasama adalah tolong menolong antar laki-laki dan
perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, terutama di ranah domestik (rumah
tangga), mereka mempunyai kewajiban yang sama demi menjalankan amar ma’ruf
nahi mungkar. Hal ini menunjukan bahwa Islam sangat kosmopolitan, rahmatan
lil ‘alamin untuk semua umat manusia. Keberadaaan manusia laki-laki dan perempuan
adalah untuk kemamfaatan manusia itu sendiri. Sesuai dengan tujuan pokok dari Agama
Islam ialah memperbaiki ummat manusia sebagaimana Sabda Rasullah:“Aku ini
diangkat menjadi rasul semata-mata untuk memperbaiki budi akhlaq yang mulia.”
Lebih lanjut QS an Nisa (4) :34 menjelaskan sebagai berikut: Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu maka
perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian
jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Dalam Hadits diakui bahwa perempuan sebagai mitra pendamping pria
(suami) dan
sebaliknya sebagaimana bunyi hadits berikut: “Sesungguhnya para perempuan
menjadi teman (pendamping/ saudara kandung) bagi para lakilaki (HR Ahmad,
Turmidzi dan Abu Daud).
PERAN PEREMPUAN MUSLIM DALAM BIDANG POLITIK
Menurut Hazna Alifah, peran politik perempuan dalam Islam sangat
berbeda dengan
politik dalam pandangan sekularisme. Tujuan berpolitik dalam Islam bukanlah
untuk meraih
kekuasaan semata, tetapi adalah ria’yah asy-syu’un al- ummah (mengatur
urusan ummat) berarti menjamin seluruh permasalahan umat diselesaikan dengan
aturan Allah. Berpolitik menjadi hak dan kewajiban, termasuk seluruh umat
Islam, termasuk kaum perempuan
Politik dalam Islam di kenal dengan as-siyasah adalah segala aktifitas
manusia yang berkaitan dengan penyelesaian berbagai konflik dan menciptakan
keamanan bagi masyarakat. Sedangkan pemimpin seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan atau kelebihan di satu bidang sehingga
dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersamasama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Berangkat dari sini maka perempuan itu diperbolehkan menjadi pemimpin dalam
suatu organisasi, perusahaan dan bahkan negara dalam perspektif islam. Menurut
Abd. Hamid Al-Anshori dalam bukunya yang berjudul al-Huquq al-Siyasah li
almar`ah fi al-Islam (tt: 294) menyatakan: “Sebagian ulama Islam
Kontemporer berpandangan bahwa
agama Islam tidak menghalangi hak-hak berpolitik bagi perempuan secara mutlak,
persoalannya hanyalah pada masalah sosial politik, oleh sebab itu dalam
menganalisis masalah ini harus disesuaikan dengan konteks sosial, politik dan
ekonomi)”.
Islam tidak meyakini satu jenis hak, satu jenis kewajiban dan satu
jenis hukuman bagi laki-laki maupun perempuan dalam segala hal. Islam mengambil
sikap sama, dan mengambil sikap berbeda (keadilan, kesetaraan dan kesederajatan
dan santun).Sebagaimana Al-Quran pada QS. Ali Imran ayat 19: Sesungguhnya agama
(yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang
telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. perempuan dapat
pula menuju derajat “wali Allah”,yaitu bagi perempuan yang khusuk dalam ibadah,
mendalam rasa takut hanya kepada Allah (karamah).Hanya saja dalam
tataran senyatanya bahwa perempuan belum menyadari “kekuatan-kekuatan”, dengan demikian
posisi perempuan menjadi sekunder, subordinatif dan inferior terhadap
laki-laki.
REALITAS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
Menduduki jabatan itu bukan masalah jenis kelamin, tetapi
bagaimana kesiapan, akhlaq dan bakatnya.Dalam kepemimpinan adalah peran politik
menjadi utama seperti konsultasi, mediasi, negosiasi dan perdamaian serta advokasi.
Tujuan dan kiprah pemimpin
dalam etika Islam baik itu perempuan maupun laki-laki adalah
“perlindungan” baik perlindungan hukum maupun perlindungan profesi. Perempuan
sebagamana anjuran untuk semua manusia supaya berperan penting dan strategis
dalam “membina” keluarga dan masyarakat terutama dalam membimbing anak/pengikunya
kearah kedewasaan, kematangan dan kemandirian. Pemimpin menjadi sosok penuntun
bagi keluarga dan masyarakat, selaras dengan kebijaksanan pembangunan.
Berdasarkan data statistik penduduk jumlah perempuan di Indonesia
sebanyak 50,3% dari total penduduk. Hal ini berarti di Indonesia jumlah
perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Dengan jumlah perempuan yang
demikian besar maka potensi perempuan perlu lebih diberdayakan sebagai subyek maupun
obyek pembangunan bangsa Sesungguhnya Allah SWT menjadikan perempuan Perempuan
agak berlainan bentuk dan susunan tubuh dengan laki-laki.
Namun Kedudukan dan peran perempuan sangat strategis, Hal ini
dapat dilihat melalui:
1. Kedudukan dan Peranan Perempuan dalam Pendidikan
Perempuan
berhak menuntut ilmu sebagaiamana laki-laki. Dalam hadist disebutkan:
“Menuntut Ilmu itu suatu kewajibankepada setiap muslim (baik laki-laki dan
perempuan).”
2. Kedudukan dan Peran Perempuan dalam Keluarga.
Perempuan
sebagai Hamba Allah Seorang perempuan mempunyai tanggung jawab yang sama dengan
laki-laki dalam kedudukannya sebgai hamba Allah, yakni sama-sama mempunyai
kewajiban untukmengabdikan diri kepada Allah SWT.
b.
Perempuan sebagai Istri
QS
Al-Rum (30):21, Kedudukan posisi seorang istri dan pengaruhnya terhadap
ketenangan jiwa seorang suami. Allah berfirman: "Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis
kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikan
rasa kasih dan sayang di antara kalian” (QS. Ar- Rum: 21).
c.
Perempuan Sebagai Ibu
Tuntunan
Islam untuk para ibu yang pertama menjadikan dirinya sebagai madrasah
bagi anak-anaknya. Pendidikan seorang anak dimulai dalam kandungan. sebagaimana
syair
Arab “al-ummahat madrasatul lil awlad” yang artinya: “Ibu merupakan
sekolah pertama bagi anakanaknya”.
d.
Perempuan sebagai Anak
Anak
berhak mendapatkan perlindungan, kasih sayang dan pengawasan dari orang
tuanya, sebagaimana tertera dalamQS Al-Ahqaf (49): 15, sebagai berikut:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdoa:
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
e.
Perempuan sebagai Anggota Masyarakat
Perempuan
memiliki kedudukan yang penting di dalam membina kehidupan di tengah
masyarakat, baik kehidupan ekonomi, politik, sosial kebudayaan, pendidikan dan
agama.
Banyak peran yang dapat dilaksanakan khususnya terkait dengan kaum perempuan,
termasuk
dalam masalah pendidikan, kedokteran dan sebagainya. Sebagai contoh, dunia
medis sangat kekurangan dokter perempuan yang mumpuni dalam menangani
persalinan.
Komentar
Posting Komentar